Menurut pesan bijak cerdas, sesiapa yg bersua mata dengan penulis yg disanjungnya, ia akan tidak memperoleh apa-apa namun rasa sedih. Kerana penulis itu udah buang pegangan serta kepercayaan yg ada di dalam karyanya - atau lebih pedih - pegangan serta kepercayaan itu sebatas watak ataupun topeng yg dimanfaatkan, tidak sempat bentuk lantas dalam dirinya sendiri.
Dua-duanya yaitu dampak yg tak berbaloi buat diambil.
Tak syak , berikut ini yg bakalan berlangsung terhadap sesiapa saja yg memuja karya Kassim Ahmad, insan pro kontra yg dahulunya penyair besar serta pemikir kiri paling ideologikal sempat lahir di Malaysia.
Pada 2014, terjadi acara George Town Literary Festival (ada penyebabnya kenapa dia bukan Festival Sastera George Town) di Pulau Pinang. Acara tahunan sebagai argumen ramai orang buat kesana nikmati char kue tiau serta nasi kandar.
Iklan
Saya tidak sempat ke festival itu, serta saya tidaklah satu orang yg bisa diselenggarakan jadi foodie.
Dengan cara selintas lalu, saya menyaksikan mengatur trik program serta di celah-celah acara lain terselit dua slot yg libatkan Kassim : Tuah, Jebat and the Battle for the Malay Soul, serta In Conversation With Kassim Ahmad.
Simak Juga : contoh teks anekdot
Ini suatu yg benar-benar mengujakan. Kassim Ahmad keliatannya masih mau memberikan suatu.
Saya ada di persimpangan, akan tetapi tak lama. Sesudah sejumlah pertanyaan serta menghantar sejumlah teks serta hasilnya, saya berjaya ‘chop’ satu tempat menumpang kereta kawan buat kesana.
Ada kebutuhan buat bersua Kassim memandangkan ia disaat itu bertambah uzur. Juga ada khabar mengemukakan ia udah putus harapan buat mengharungi perbicaraan mahkamah terkait ucapannya di satu acara sempena hari lahir ke-80 ia yg saat ini tengah berjalan. Ia ikhlas dengan apa sahaja ketentuan, termasuklah dihumban ke penjara.
Penambahan juga, saya butuh bahan buat menyediakan karangan ini. Sesudah dua esei serta satu komunitas, saya butuh segi baru yg lebih fresh. Deadline juga udah bertambah hampir.
Saya sungguh-sungguh mau menyaksikan, apakah ada masih ada - walau dikit - roh Hang Jebat dalam Kassim? Bila lantas tak berpedoman semuanya, apa ia masih terima bentakan-bentakan sajak yg ditulisnya berdekad lalu?
Akan tetapi, sebagus mana manusia merencanakan, Tuhan pun yg tentukan. Disaat kami tengah siap-siap sedia buat ke The Whiteways Arcade - tempat berlangsungnya syarahan Kassim - kami terima kabar jelek. Dua slot itu terpaksa sekali digagalkan gara-gara kesihatannya yg tak memperbolehkan.
Dia diganti dengan komunitas terkait tapisan karya di Malaysia serta " in conversation with bukan Kassim Ahmad " .
Jadi, apalagi yg tinggal di George Town?
Saya tak bisa bercakap untuk faksi lain, namun yang pasti saya merasa begitu sedih. Ia sajalah maksud saya ada ke festival itu. Akan tetapi alang-alang ada di George Town saya ambil langkah pun ke Whiteways - dengan longlai. Sempat ke banyak acara, serta jangkaan saya benar terkait atmosfera serta crowd festival yg gak masuk dengan jiwa. Menganggapnya sahajalah perjalanan ini jadi berjalan-jalan hari minggu berbarengan kawan.
Mengetahui satu orang Kassim
Saya mula berteman dengan Kassim tujuh tahun waktu lalu. Disaat jalan-jalan satu orang diri di lebih kurang Masjid India. Sesudah menyaksikan buku bertema Cari Jalan Pulang : Ketimbang Sosialisme terhadap Islam dalam sesuatu kafe, saya terus membelinya serta tak ambil saat lama buat menghabiskannya. Disaat itu, saya satu orang pelajar yg tidak mengerti bagaimana buat memakan wang biasiswa, serta ada kebanyakan saat.
Perjalanan Kassim capai hidupnya bisa sebabkan kita rasakan diri orang paling kerdil serta penakut di dunia. Intinya, permasalahan yg bersarang di fikiran Kassim tidaklah sangat menakjubkan.
Menyaksikan keterpurukan umat manusia serta kerosakan dunia yg berpunca daripadanya, pastinya datang dalam fikiran - walau sesaat - buat mempermasalahkan fahaman serta ketentuan yg digenggam penduduk.
Pastinya ada impian buat cari nilai-nilai baru, atau menggali awalnya fahaman yg udah terjerembab ditenggelami dekaden serta hipokrasi sekitar. Atau barangkali sahaja meniadakan terus semuanya itu, hidup dengan keterasingan.
Tinggal saja buat cari jalan yg di ambil, mengorak pertama-pertama serta buka pintu dihadapan. Serta Kassim buka pintu pilihannya dengan penuh berani.
Membaca memoir itu, saya berteman dengan satu orang insan yg penuh kontradiksi akan tetapi punyai maksud hidup yg berkesinambungan - cari Tuhan serta selamatkan masyarakatnya.
Dengan menjumpai Tuhan (serta agama) , Kassim mengharapkan dia bisa menukar fahaman yg dipegang-seleweng penduduk sebegitu lama, namun dirasa tidak sukses bawa mereka keluar dari musim kemarau yg berpanjangan.
Proses itu dirakam dalam memoirnya. Di dalamnya, ada anekdot terkait pertimbangannya pada satu saat, bahawa syurga yg bertujuan yaitu era kanak-kanak, serta neraka juga peperangan. Sejauh itu Kassim cari kebenaran.
Artikel Terkait : contoh teks prosedur
Begitu malangnya nasib manusia, apabila tersebut kebenarannya. Kerana era kanak-kanak tidak bisa bisa ulangi.
Pada satu saat, Kassim memberi kabar anaknya, " Ayah cari agama saat 36 tahun. Namun ayah bisa mengajarnya terhadap kamu saat 36 jam sahaja. " Alangkah luas dirinya sendiri seandainya menjumpai Tuhan sesudah demikian lama.
Roh Hang Jebat
Apa masih ada - walau dikit - roh Hang Jebat dalam diri Kassim?
Mengedit trik pandang penduduk, Melayu terutama, yg sangat feudalistik tidaklah perihal yg ringan. Disaat menulis tesisnya pada jaman 60-an, penduduk baru sahaja capai kemerdekaan. Dalam kata lain, mereka sempat hidup di era raja yg belum diperlembagaankan.
Tesisnya yg membawa Hang Jebat jadi hero sebagai pandangan biasa era saat ini. Akan tetapi disaat jaman itu, dia benar-benar radikal serta menyalip saat. Akan tetapi sesungguhnya dia yaitu suatu yg tak terelakkan.
Sesudah merdeka, masih ramai penduduk Melayu yg hidup sulit serta tertindas. Ditambah juga dengan timbulnya grup feudal baru iaitu pemerintah, pada waktu sama feudal lama masih langgeng walau cuma untuk ikon. Akan ada individu yg bakal memberontak dengan persekitaran sebegitu.
Saya mau dengar, apa yg bakal ia perkatakan terkait penyakit ‘kesetiaan grup tertindas’ yg bertambah kritis di negara kita pada waktu ini.
Bertambah lama merdeka, makin bertambah ‘feudal’ yg menjerut leher penduduk kita. Ketimbang raja, pemerintah, parti sehinggalah orang agama. Seluruhnya disakralkan, tak bisa diributkan .
Bisa jadi dia selapis sahaja – gara-gara pembasuhan otak yg terjadi demikian lama. Atau ada penyebabnya yg lebih dalam – ketakutan manusia buat bertanggungjawab ke atas diri sendiri, terus tiap-tiap ketentuan dipercaya pada pihak lain. Saya tidak ada jawapan.
Lebih-lebih ketaatan penduduk disekitar pada mereka yg menggelarkan diri mereka ustaz - atau lebih teruk - ulama. Tiap-tiap bab agama udah di letakkan semuanya di tangan mereka. Tidak ada siapa yg butuh memikir, akan memutuskan, serta bertanggungjawab dengan ketentuan itu.
Ini masalah yg benar-benar merosotkan agama yg saya anuti.
Anehnya, orang agama yg memperoleh tempat yaitu mereka yg lebih berkeinginan terkait bab halal-haram serta dosa-pahala yg punya sifat peribadi. Mereka di antara punca obsesi penduduk pada dosa pahala dalam kehidupan peribadi orang lain.
Mereka tak berkeinginan, atau barangkali tak bisa berkata dengan dalam terkait soal-soal dunia yg kompleks ini.
Di tangan mereka, Tuhan cuma untuk al-Hakam, bukan ar-Rahman serta ar-Rahim.
Kassim dengan cara berseorangan menantang mereka yg dibukanya jadi ular dalam semak ini selama hidup. Jadi, apa pandangannya? Ia udah kelamaan bertarung buat rasakan sedih, khan?
Era buat banyak hero
Sebelum membaca kisah-kisah dalam Cari Jalan Pulang, saya lebih dahulu berhadap-hadapan dengan suatu sajak bertema Diskusi.
Makin lama kita mati dalam setia
kesempatan ini kita hidup dalam derhaka.
Demikian baris paling akhir sajak itu. Dia pun yaitu kredo hidup satu orang Kassim Ahmad. Hidup yg berkesan dengan dua masalah : pelacakan Tuhan serta peperangan dunia.
Teriakan-teriakan itu pun berhamparan, berasal halaman pertama sampai akhir Kemarau di Lembah.
Sajak-sajak di dalamnya dikarang di antara 1955 sampai 1962. Selama tempoh itu, Malaya memperoleh kemerdekaan. Dunia berubah menjadi spekulasi dalam pertarungan nuklear AS serta Kesatuan Soviet. Perang Dunia ke-2 masih fresh di daya ingat. Peta dunia baru sahaja berganti sejumlah dekad awal mulanya.
Lebih ketimbang itu, era itu - menurut dia dalam suatu esei - merupakan ‘Zaman Baru’ yg udah menterbalikkan semua nilai positif awal mulanya yg terbina ketimbang kebangkitan Eropah (Rennaisance) serta Era Kesedaran (Age of Enlightenment) beberapa ratus tahun awal mulanya.
Kassim yakin kebaikan butuh menentang kejahatan. Serta kebaikan bakal menang, selanjutnya. Dia yaitu takdir yg tidak bisa dielakkan. Bertindak sebagai produk era, ia menyaksikan dunia dalam polariti itu ; yg baik serta yg jahat.
Jadi keyakinan itu digenggamnya sampai ini hari. Dalam Cari Jalan Pulang, Kassim mendeskripsikan zaman ke-20 yaitu perlawanan akhir yg baik serta yg jahat, atau mengikut beberapa kalimatnya, tenaga Tuhan serta tenaga Dajal. " Kesudahannya tidak bisa dikuatirkan - tenaga-tenaga Tuhan bakal menang”.
Saat ini merupakan tahun ke-15 zaman ke-21. Naratif perlawanan akhir itu udah kehilangan plotnya. Kita sendiri udah saksikan, dalam tenaga Tuhan ada Dajal, dalam tenaga Dajal, ada Tuhan. Seluruhnya mencair.
Jadi saya mau ajukan pertanyaan : Apakah ada Kassim masih berpedoman dengan kepercayaan itu? Apakah ada Kassim belum berputus harapan buat selamatkan dunia?
Sampai kini, yang pasti ia udah menyaksikan sendiri, aktualisasi apa yg di panggil jadi ‘Zaman Baru’ itu. Hero udah mati, belakangnya ditikam pemandu naratif zaman lalu - ideologi. Ideologi yg diusung kuasa-kuasa yg menjanjikan utopia di hujungnya.
Berapakah juta nyawa melayang-layang atas nama komunisme? Berapakah juta insan digadaikan atas nama kapitalisme?
Saat melebar
Pada zaman ramai penyelamat dunia lahir, zaman yang sama pula saksikan korban paling banyak dalam histori kemanusiaan (siapa duga, sesudah Tuhan 'dibunuh', umat manusia masih tidak sukses menyelamatkan dunia) .
Kami udah lihat, yg baik tak mestinya menundukkan yg jahat. Berulang-kali kali. Kami pun udah lihat, yg baik serta yg jahat bertukar manfaat.
Pak Kassim pun menyaksikannya, khan?
Persoalan-persoalan ini tidak sukses terjawab. Seperti bertambah jauh tenggang saat ini hari dengan zaman waktu lalu. Bolehkah kita mengelakkan diri ketimbang diperangkap dalam kotak-kotak era?
Kita bisa mengumpul maklumat terkait pengalaman, namun bukan pengalaman tersebut, kata Aldous Huxley. Saya sangat percaya ia akan tidak bersetuju, walau udah merasai sendiri kepedihannya.
Kerana sampai ini hari, Kassim langgeng jadi anak zaman ke-20.
Akan tetapi, kejujuran serta kesungguhan, seperti yg ditumpahkannya dalam tiap-tiap karya, sebagai tenaga membawa kaki ambil langkah berjalan-jalan penuh ranjau, sentiasa sama hingga bila-bila.
Dua-duanya yaitu dampak yg tak berbaloi buat diambil.
Tak syak , berikut ini yg bakalan berlangsung terhadap sesiapa saja yg memuja karya Kassim Ahmad, insan pro kontra yg dahulunya penyair besar serta pemikir kiri paling ideologikal sempat lahir di Malaysia.
Pada 2014, terjadi acara George Town Literary Festival (ada penyebabnya kenapa dia bukan Festival Sastera George Town) di Pulau Pinang. Acara tahunan sebagai argumen ramai orang buat kesana nikmati char kue tiau serta nasi kandar.
Iklan
Saya tidak sempat ke festival itu, serta saya tidaklah satu orang yg bisa diselenggarakan jadi foodie.
Dengan cara selintas lalu, saya menyaksikan mengatur trik program serta di celah-celah acara lain terselit dua slot yg libatkan Kassim : Tuah, Jebat and the Battle for the Malay Soul, serta In Conversation With Kassim Ahmad.
Simak Juga : contoh teks anekdot
Ini suatu yg benar-benar mengujakan. Kassim Ahmad keliatannya masih mau memberikan suatu.
Saya ada di persimpangan, akan tetapi tak lama. Sesudah sejumlah pertanyaan serta menghantar sejumlah teks serta hasilnya, saya berjaya ‘chop’ satu tempat menumpang kereta kawan buat kesana.
Ada kebutuhan buat bersua Kassim memandangkan ia disaat itu bertambah uzur. Juga ada khabar mengemukakan ia udah putus harapan buat mengharungi perbicaraan mahkamah terkait ucapannya di satu acara sempena hari lahir ke-80 ia yg saat ini tengah berjalan. Ia ikhlas dengan apa sahaja ketentuan, termasuklah dihumban ke penjara.
Penambahan juga, saya butuh bahan buat menyediakan karangan ini. Sesudah dua esei serta satu komunitas, saya butuh segi baru yg lebih fresh. Deadline juga udah bertambah hampir.
Saya sungguh-sungguh mau menyaksikan, apakah ada masih ada - walau dikit - roh Hang Jebat dalam Kassim? Bila lantas tak berpedoman semuanya, apa ia masih terima bentakan-bentakan sajak yg ditulisnya berdekad lalu?
Akan tetapi, sebagus mana manusia merencanakan, Tuhan pun yg tentukan. Disaat kami tengah siap-siap sedia buat ke The Whiteways Arcade - tempat berlangsungnya syarahan Kassim - kami terima kabar jelek. Dua slot itu terpaksa sekali digagalkan gara-gara kesihatannya yg tak memperbolehkan.
Dia diganti dengan komunitas terkait tapisan karya di Malaysia serta " in conversation with bukan Kassim Ahmad " .
Jadi, apalagi yg tinggal di George Town?
Saya tak bisa bercakap untuk faksi lain, namun yang pasti saya merasa begitu sedih. Ia sajalah maksud saya ada ke festival itu. Akan tetapi alang-alang ada di George Town saya ambil langkah pun ke Whiteways - dengan longlai. Sempat ke banyak acara, serta jangkaan saya benar terkait atmosfera serta crowd festival yg gak masuk dengan jiwa. Menganggapnya sahajalah perjalanan ini jadi berjalan-jalan hari minggu berbarengan kawan.
Mengetahui satu orang Kassim
Saya mula berteman dengan Kassim tujuh tahun waktu lalu. Disaat jalan-jalan satu orang diri di lebih kurang Masjid India. Sesudah menyaksikan buku bertema Cari Jalan Pulang : Ketimbang Sosialisme terhadap Islam dalam sesuatu kafe, saya terus membelinya serta tak ambil saat lama buat menghabiskannya. Disaat itu, saya satu orang pelajar yg tidak mengerti bagaimana buat memakan wang biasiswa, serta ada kebanyakan saat.
Perjalanan Kassim capai hidupnya bisa sebabkan kita rasakan diri orang paling kerdil serta penakut di dunia. Intinya, permasalahan yg bersarang di fikiran Kassim tidaklah sangat menakjubkan.
Menyaksikan keterpurukan umat manusia serta kerosakan dunia yg berpunca daripadanya, pastinya datang dalam fikiran - walau sesaat - buat mempermasalahkan fahaman serta ketentuan yg digenggam penduduk.
Pastinya ada impian buat cari nilai-nilai baru, atau menggali awalnya fahaman yg udah terjerembab ditenggelami dekaden serta hipokrasi sekitar. Atau barangkali sahaja meniadakan terus semuanya itu, hidup dengan keterasingan.
Tinggal saja buat cari jalan yg di ambil, mengorak pertama-pertama serta buka pintu dihadapan. Serta Kassim buka pintu pilihannya dengan penuh berani.
Membaca memoir itu, saya berteman dengan satu orang insan yg penuh kontradiksi akan tetapi punyai maksud hidup yg berkesinambungan - cari Tuhan serta selamatkan masyarakatnya.
Dengan menjumpai Tuhan (serta agama) , Kassim mengharapkan dia bisa menukar fahaman yg dipegang-seleweng penduduk sebegitu lama, namun dirasa tidak sukses bawa mereka keluar dari musim kemarau yg berpanjangan.
Proses itu dirakam dalam memoirnya. Di dalamnya, ada anekdot terkait pertimbangannya pada satu saat, bahawa syurga yg bertujuan yaitu era kanak-kanak, serta neraka juga peperangan. Sejauh itu Kassim cari kebenaran.
Artikel Terkait : contoh teks prosedur
Begitu malangnya nasib manusia, apabila tersebut kebenarannya. Kerana era kanak-kanak tidak bisa bisa ulangi.
Pada satu saat, Kassim memberi kabar anaknya, " Ayah cari agama saat 36 tahun. Namun ayah bisa mengajarnya terhadap kamu saat 36 jam sahaja. " Alangkah luas dirinya sendiri seandainya menjumpai Tuhan sesudah demikian lama.
Roh Hang Jebat
Apa masih ada - walau dikit - roh Hang Jebat dalam diri Kassim?
Mengedit trik pandang penduduk, Melayu terutama, yg sangat feudalistik tidaklah perihal yg ringan. Disaat menulis tesisnya pada jaman 60-an, penduduk baru sahaja capai kemerdekaan. Dalam kata lain, mereka sempat hidup di era raja yg belum diperlembagaankan.
Tesisnya yg membawa Hang Jebat jadi hero sebagai pandangan biasa era saat ini. Akan tetapi disaat jaman itu, dia benar-benar radikal serta menyalip saat. Akan tetapi sesungguhnya dia yaitu suatu yg tak terelakkan.
Sesudah merdeka, masih ramai penduduk Melayu yg hidup sulit serta tertindas. Ditambah juga dengan timbulnya grup feudal baru iaitu pemerintah, pada waktu sama feudal lama masih langgeng walau cuma untuk ikon. Akan ada individu yg bakal memberontak dengan persekitaran sebegitu.
Saya mau dengar, apa yg bakal ia perkatakan terkait penyakit ‘kesetiaan grup tertindas’ yg bertambah kritis di negara kita pada waktu ini.
Bertambah lama merdeka, makin bertambah ‘feudal’ yg menjerut leher penduduk kita. Ketimbang raja, pemerintah, parti sehinggalah orang agama. Seluruhnya disakralkan, tak bisa diributkan .
Bisa jadi dia selapis sahaja – gara-gara pembasuhan otak yg terjadi demikian lama. Atau ada penyebabnya yg lebih dalam – ketakutan manusia buat bertanggungjawab ke atas diri sendiri, terus tiap-tiap ketentuan dipercaya pada pihak lain. Saya tidak ada jawapan.
Lebih-lebih ketaatan penduduk disekitar pada mereka yg menggelarkan diri mereka ustaz - atau lebih teruk - ulama. Tiap-tiap bab agama udah di letakkan semuanya di tangan mereka. Tidak ada siapa yg butuh memikir, akan memutuskan, serta bertanggungjawab dengan ketentuan itu.
Ini masalah yg benar-benar merosotkan agama yg saya anuti.
Anehnya, orang agama yg memperoleh tempat yaitu mereka yg lebih berkeinginan terkait bab halal-haram serta dosa-pahala yg punya sifat peribadi. Mereka di antara punca obsesi penduduk pada dosa pahala dalam kehidupan peribadi orang lain.
Mereka tak berkeinginan, atau barangkali tak bisa berkata dengan dalam terkait soal-soal dunia yg kompleks ini.
Di tangan mereka, Tuhan cuma untuk al-Hakam, bukan ar-Rahman serta ar-Rahim.
Kassim dengan cara berseorangan menantang mereka yg dibukanya jadi ular dalam semak ini selama hidup. Jadi, apa pandangannya? Ia udah kelamaan bertarung buat rasakan sedih, khan?
Era buat banyak hero
Sebelum membaca kisah-kisah dalam Cari Jalan Pulang, saya lebih dahulu berhadap-hadapan dengan suatu sajak bertema Diskusi.
Makin lama kita mati dalam setia
kesempatan ini kita hidup dalam derhaka.
Demikian baris paling akhir sajak itu. Dia pun yaitu kredo hidup satu orang Kassim Ahmad. Hidup yg berkesan dengan dua masalah : pelacakan Tuhan serta peperangan dunia.
Teriakan-teriakan itu pun berhamparan, berasal halaman pertama sampai akhir Kemarau di Lembah.
Sajak-sajak di dalamnya dikarang di antara 1955 sampai 1962. Selama tempoh itu, Malaya memperoleh kemerdekaan. Dunia berubah menjadi spekulasi dalam pertarungan nuklear AS serta Kesatuan Soviet. Perang Dunia ke-2 masih fresh di daya ingat. Peta dunia baru sahaja berganti sejumlah dekad awal mulanya.
Lebih ketimbang itu, era itu - menurut dia dalam suatu esei - merupakan ‘Zaman Baru’ yg udah menterbalikkan semua nilai positif awal mulanya yg terbina ketimbang kebangkitan Eropah (Rennaisance) serta Era Kesedaran (Age of Enlightenment) beberapa ratus tahun awal mulanya.
Kassim yakin kebaikan butuh menentang kejahatan. Serta kebaikan bakal menang, selanjutnya. Dia yaitu takdir yg tidak bisa dielakkan. Bertindak sebagai produk era, ia menyaksikan dunia dalam polariti itu ; yg baik serta yg jahat.
Jadi keyakinan itu digenggamnya sampai ini hari. Dalam Cari Jalan Pulang, Kassim mendeskripsikan zaman ke-20 yaitu perlawanan akhir yg baik serta yg jahat, atau mengikut beberapa kalimatnya, tenaga Tuhan serta tenaga Dajal. " Kesudahannya tidak bisa dikuatirkan - tenaga-tenaga Tuhan bakal menang”.
Saat ini merupakan tahun ke-15 zaman ke-21. Naratif perlawanan akhir itu udah kehilangan plotnya. Kita sendiri udah saksikan, dalam tenaga Tuhan ada Dajal, dalam tenaga Dajal, ada Tuhan. Seluruhnya mencair.
Jadi saya mau ajukan pertanyaan : Apakah ada Kassim masih berpedoman dengan kepercayaan itu? Apakah ada Kassim belum berputus harapan buat selamatkan dunia?
Sampai kini, yang pasti ia udah menyaksikan sendiri, aktualisasi apa yg di panggil jadi ‘Zaman Baru’ itu. Hero udah mati, belakangnya ditikam pemandu naratif zaman lalu - ideologi. Ideologi yg diusung kuasa-kuasa yg menjanjikan utopia di hujungnya.
Berapakah juta nyawa melayang-layang atas nama komunisme? Berapakah juta insan digadaikan atas nama kapitalisme?
Saat melebar
Pada zaman ramai penyelamat dunia lahir, zaman yang sama pula saksikan korban paling banyak dalam histori kemanusiaan (siapa duga, sesudah Tuhan 'dibunuh', umat manusia masih tidak sukses menyelamatkan dunia) .
Kami udah lihat, yg baik tak mestinya menundukkan yg jahat. Berulang-kali kali. Kami pun udah lihat, yg baik serta yg jahat bertukar manfaat.
Pak Kassim pun menyaksikannya, khan?
Persoalan-persoalan ini tidak sukses terjawab. Seperti bertambah jauh tenggang saat ini hari dengan zaman waktu lalu. Bolehkah kita mengelakkan diri ketimbang diperangkap dalam kotak-kotak era?
Kita bisa mengumpul maklumat terkait pengalaman, namun bukan pengalaman tersebut, kata Aldous Huxley. Saya sangat percaya ia akan tidak bersetuju, walau udah merasai sendiri kepedihannya.
Kerana sampai ini hari, Kassim langgeng jadi anak zaman ke-20.
Akan tetapi, kejujuran serta kesungguhan, seperti yg ditumpahkannya dalam tiap-tiap karya, sebagai tenaga membawa kaki ambil langkah berjalan-jalan penuh ranjau, sentiasa sama hingga bila-bila.
Comments
Post a Comment