PBB mempersetujui resolusi buat lakukan tindakan pada 'perang narkoba' Presiden Filipina Rodrigo Duterte. Banyak aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) mengemukakan dalam tiga tahun paling akhir ini perang narkoba itu udah menelan banyak korban jiwa.
Anggota Dewan HAM PBB udah melaksanakan pungutan suara buat resolusi yg di ajukan Islandia serta negara Eropa yang lain itu. Hasilnya 18 nada beri dukungan sesaat 14 nada menantangnya. Sejumlah 15 nada abstain.
Simak Juga : teks berita
Dengan mengambil resolusi ini ketua Dewan HAM PBB Michelle Bachelet disasarkan buat menyediakan 'laporan menyeluruh keadaan hak asasi' di Filipina pada Juni 2020. Pemerintahan Duterte pun diperintah kooperatif dalam proses memfasilitasi kehadiran penyidik PBB.
" Serta membendung diri dari semua perbuatan intimidasi atau pembalasan, " kata resolusi itu seperti ditulis dari Aljazirah, Jumat (12/7) .
Dalam pengakuannya, Islandia mengemukakan dorongan mereka pada resolusi ini 'bukan buat cari konfrontasi dengan Filipina'. Namun buat perlindungan korban pelanggaran hak asasi manusia.
" Kami udah ajukan teks yg imbang dengan permohonan yg begitu simple, sederhana memohon Komisi Tinggi buat menyediakan laporan diskusi Juni tahun depannya, " kata duta besar Islandia seperti ditulis dari BBC.
Organisasi kemanusiaan Human Right Watch menyongsong baik resolusi ini. Mereka mengemukakan resolusi itu 'sederhana namun berubah menjadi langkah yg vital'.
" Ini tanda buat mengawali memohon pertanggungjawaban atas beberapa ribu pembunuhan yg berhubungan dengan 'perang narkoba' serta pelanggaran yang lain, serta bakal berikan impian terhadap banyaknya korban yg banyak sekali serta keluarga mereka, " kata wakil direktur Human Right Watch Laila Matar di Jenewa.
Organisasi HAM yg bertempat Filipina ialah Karapatan Alliance for the Advancement of People's Rights pun menyongsong baik hasil pungutan suara di Dewan HAM. Menurut Karapatan resolusi ini berubah menjadi satu langkah maju ketujuan keadilan serta memohon pertanggungjawaban.
Karapatan mengemukakan mereka puas dengan ketentuan PBB ini. Resolusi ini memperlihatkan PBB 'tidak terus diam ditengah-tengah pelanggaran hak asasi manusia yg dilaksanakan di Filipina'.
" Ini tak menyudahi seluruhnya, semua usaha kami buat memohon pertanggungjawaban, namun kami bakal tanggapi jadi awal yg krisis, ketentuan ini ada disamping keadilan, " kata Sekretaris Jenderal Karapatan Cristina Palabay.
Awal mulanya Menteri Luar Negeri Filipina Teodoro Locsin Jr disinggung lantaran tulisannya di social media. Dia mengemukakan apabila resolusi Islandia itu diloloskan 'maka mempunyai arti berubah menjadi bonus untuk banyak orang yg kerja buat kartel narkoba'.
" Kami akan tidak terima resolusi partisipan serta satu faksi ini, resolusi ini tak jadi wakil kemenangan hak asasi manusia namun parodi buat mereka, ini bakal ada akibatnya, " kata Locsin.
Perwakilan Filipina mengatakan resolusi Islandia 'keliru' serta 'bermotif politik'. Sebab itu resolusi itu 'tidak bakal sempat mendapat diseimbangkan'.
Artikel Terkait : teks ulasan
Cina bela Filipina dengan mengemukakan resolusi itu dipolitisasi. Mereka menentukan buat menantangnya. Dalam pertemuan minggu awal ini perwakilan Filipina walkout buat tidak setuju resolusi itu.
Pemerintah Filipina menolak gugatan pembunuhan di luar peradilan dapat dukungan oleh pemerintah. Polisi Filipina mengaku udah membunuh 6 ribu orang lebih saat 1/2 dari enam tahun saat jabatan Duterte.
Grup pembela HAM mengemukakan banyaknya keseluruhan korban 'perang narkoba' capai 27 ribu orang lebih. Biasanya dilaksanakan oleh polisi yg tengah menyamar atau orang bersenjata yg disewa polisi.
Dalam hari Senin (8/7) organisasi kemanusiaan internasional Amnesty International mengemukakan penyidikan mereka memperlihatkan polisi semuanya kebal disaat bekerja dipemukiman miskin membunuh beberapa orang yg ada di dalam daftar pengawasan mereka. Mereka tidak bisa dibawa ke proses hukum apa-pun.
" Tiga tahun 'perang narkoba' Presiden Duterte terus tak berubah menjadi apa-apa terkecuali project pembunuhan nilai besar yg mana orang miskin yg paling terserang resikonya, " kata direktur lokasi Asia Timur serta Tenggara Amnesty International Nicholas Bequelin.
Anggota Dewan HAM PBB udah melaksanakan pungutan suara buat resolusi yg di ajukan Islandia serta negara Eropa yang lain itu. Hasilnya 18 nada beri dukungan sesaat 14 nada menantangnya. Sejumlah 15 nada abstain.
Simak Juga : teks berita
Dengan mengambil resolusi ini ketua Dewan HAM PBB Michelle Bachelet disasarkan buat menyediakan 'laporan menyeluruh keadaan hak asasi' di Filipina pada Juni 2020. Pemerintahan Duterte pun diperintah kooperatif dalam proses memfasilitasi kehadiran penyidik PBB.
" Serta membendung diri dari semua perbuatan intimidasi atau pembalasan, " kata resolusi itu seperti ditulis dari Aljazirah, Jumat (12/7) .
Dalam pengakuannya, Islandia mengemukakan dorongan mereka pada resolusi ini 'bukan buat cari konfrontasi dengan Filipina'. Namun buat perlindungan korban pelanggaran hak asasi manusia.
" Kami udah ajukan teks yg imbang dengan permohonan yg begitu simple, sederhana memohon Komisi Tinggi buat menyediakan laporan diskusi Juni tahun depannya, " kata duta besar Islandia seperti ditulis dari BBC.
Organisasi kemanusiaan Human Right Watch menyongsong baik resolusi ini. Mereka mengemukakan resolusi itu 'sederhana namun berubah menjadi langkah yg vital'.
" Ini tanda buat mengawali memohon pertanggungjawaban atas beberapa ribu pembunuhan yg berhubungan dengan 'perang narkoba' serta pelanggaran yang lain, serta bakal berikan impian terhadap banyaknya korban yg banyak sekali serta keluarga mereka, " kata wakil direktur Human Right Watch Laila Matar di Jenewa.
Organisasi HAM yg bertempat Filipina ialah Karapatan Alliance for the Advancement of People's Rights pun menyongsong baik hasil pungutan suara di Dewan HAM. Menurut Karapatan resolusi ini berubah menjadi satu langkah maju ketujuan keadilan serta memohon pertanggungjawaban.
Karapatan mengemukakan mereka puas dengan ketentuan PBB ini. Resolusi ini memperlihatkan PBB 'tidak terus diam ditengah-tengah pelanggaran hak asasi manusia yg dilaksanakan di Filipina'.
" Ini tak menyudahi seluruhnya, semua usaha kami buat memohon pertanggungjawaban, namun kami bakal tanggapi jadi awal yg krisis, ketentuan ini ada disamping keadilan, " kata Sekretaris Jenderal Karapatan Cristina Palabay.
Awal mulanya Menteri Luar Negeri Filipina Teodoro Locsin Jr disinggung lantaran tulisannya di social media. Dia mengemukakan apabila resolusi Islandia itu diloloskan 'maka mempunyai arti berubah menjadi bonus untuk banyak orang yg kerja buat kartel narkoba'.
" Kami akan tidak terima resolusi partisipan serta satu faksi ini, resolusi ini tak jadi wakil kemenangan hak asasi manusia namun parodi buat mereka, ini bakal ada akibatnya, " kata Locsin.
Perwakilan Filipina mengatakan resolusi Islandia 'keliru' serta 'bermotif politik'. Sebab itu resolusi itu 'tidak bakal sempat mendapat diseimbangkan'.
Artikel Terkait : teks ulasan
Cina bela Filipina dengan mengemukakan resolusi itu dipolitisasi. Mereka menentukan buat menantangnya. Dalam pertemuan minggu awal ini perwakilan Filipina walkout buat tidak setuju resolusi itu.
Pemerintah Filipina menolak gugatan pembunuhan di luar peradilan dapat dukungan oleh pemerintah. Polisi Filipina mengaku udah membunuh 6 ribu orang lebih saat 1/2 dari enam tahun saat jabatan Duterte.
Grup pembela HAM mengemukakan banyaknya keseluruhan korban 'perang narkoba' capai 27 ribu orang lebih. Biasanya dilaksanakan oleh polisi yg tengah menyamar atau orang bersenjata yg disewa polisi.
Dalam hari Senin (8/7) organisasi kemanusiaan internasional Amnesty International mengemukakan penyidikan mereka memperlihatkan polisi semuanya kebal disaat bekerja dipemukiman miskin membunuh beberapa orang yg ada di dalam daftar pengawasan mereka. Mereka tidak bisa dibawa ke proses hukum apa-pun.
" Tiga tahun 'perang narkoba' Presiden Duterte terus tak berubah menjadi apa-apa terkecuali project pembunuhan nilai besar yg mana orang miskin yg paling terserang resikonya, " kata direktur lokasi Asia Timur serta Tenggara Amnesty International Nicholas Bequelin.
Comments
Post a Comment